Jaring Kontrol Geodesi merupakan salah satu layanan SRGI untuk menampilkan sebaran Titik Kontrol Geodesi (TKG) yang terintegrasi dalam satu kerangka referensi. Titik Kontrol Geodesi (TKG) adalah tanda fisik yang bersifat permanen dan stabil, berfungsi sebagai kerangka acuan posisi untuk penyelengaraan Informasi Geospasial. Setiap TKG menyimpan berbagai macam informasi administratif dan informasi geospasial.
Pada menu JKG pengguna dapat memilah beberapa kategori TKG untuk ditampilkan yaitu :
Berdasarkan Peraturan Badan Informasi Geospasial (PerBIG) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia, Jaring Kontrol Geodesi (JKG) dibagi menjadi tiga (3) yaitu Jaring Kontrol Horizontal Nasional (JKHN), Jaring Kontrol VertikalNasional (JKVN), dan Jaring Kontrol Gayaberat Nasional (JKGN). JKG direalisasikan menggunakan Titik Kontrol Geodesi (TKG). Pada dasarnya TKG memiliki informasi administratif dan informasi geospasial. Informasi administratif antara lain uraian lokasi kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, dan propinsi. Infromasi geospasial antara lain koordinat geosentrik 3 dimensi, koordinat geodetik, kecepatan pergeseran, tinggi orthometrik, dan nilai gayaberat.
Pilar Jaring Kontrol Geodesi
Pilar JKGN Orde 0
Pada awal pembangunan dan pengembangan TKG, pilar-pilar TKG dibedakan antara JKHN, JKVN, dan JKGN. Akan tetapi seiring dengan perkembangan teknologi geospasial yaitu adanya metode survei GNSS, maka pilar TKG hanya dibedakan bedasarkan kelengkapan informasi yang ada di setiap TKG. JKHN dan JKVN merupakan TKG yang memiliki informasi koordinat geosentrik 3 dimensi, koordinat geodetik, kecepatan pergeseran, dan tinggi orthometrik terhadap model geoid Indonesia (INAGEOID2020 versi 2).
JKGN merupakan TKG yang memiliki informasi sama seperti JKHN dan JKVN akan tetapi ditambahkan informasi nilai gayaberat di titik tersebut. Pada pilar JKGN dibagi menjadi tiga yaitu pilar JKGN Orde 0, Orde 1, dan Orde 2. Pilar JKGN Orde 0 memiliki nilai gayaberat absolut yang diukur menggunakan alat gravimeter absolut Lacoste Romberg A-10. Pilar JKGN Orde 1 memiliki nilai gayaberat relatif yang diukur menggunakan alat gravimeter relatif yang diikatkan pada pilar JKGN Orde 0. Pilar JKGN Orde 2 memiliki nilai gayaberat relatif yang diukur menggunakan alat gravimeter relatif yang diikatkan pada pilar JKGN Orde 1.
Stasiun Pasang Surut merupakan sebuah sistem yang berfungsi untuk mengamati ketinggian permukaan air laut (pasang – surut) selama 24 jam per hari pada lokasi tertentu dan mengirimkan data tersebut ke suatu server, disimpan ke dalam suatu basis data, untuk kemudian dapat diakses secara online. Data pengamatan pasang surut tersebut merupakan salah satu wujud dari Informasi Geospasial (IG) yang menjadi tugas pokok dan fungsi Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai lembaga pemerintah penyelenggara Informasi Geospasial Dasar (IGD).
Stasiun Pasang Surut
Sebaran 237 Stasiun Pasang Surut (Status Tahun 2022)
Hingga akhir tahun 2022 BIG telah mengelola Stasiun Pasang Surut sejumlah 237 stasiun yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia. Stasiun Pasang Surut tersebut menggunakan pelbagai peralatan digital sebagai media perekam dan pengirim datanya. Dalam pengelolaan Stasiun Pasang Surut tersebut, khususnya dalam hal penggunaan sistem peralatannya, selain menggunakan peralatan yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), BIG juga telah menjalin kerjasama dengan pihak seperti University of Hawaii Sea Level Center (UHSLC), USA dan GeoForschungsZentru (GFZ), Jerman yang dimana kedua lembaga ini menempatkan peralatan pasang surut di Indonesia untuk mendukung kegiatan Early Warning Tsunami dan Pemetaan kemudian peralatan pasang surut Kerjasama ini juga dikelola oleh Badan Informasi Geospasial.
CORS adalah TKG tempat melakukan pengamatan posisi secara kontinu dengan menggunakan peralatan penerima GNSS (Global Navigation Satellite System) tipe geodetik (GNSS receiver dan antena GNSS). Bangunan CORS berupa sebuah stasiun yang terdiri atas antena dan receiver GNSS sebagai perangkat utama, dengan dilengkapi perangkat catu daya, sensor meteorologi, serta terhubung ke jaringan telekomunikasi untuk pengiriman data. Layanan CORS menghasilkan data GNSS yang disimpan, diolah, dan dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan yang terkait dengan penentuan posisi.
Pada awal pembangunannya di Indonesia, CORS berfungsi utama untuk pemetaan nasional. Badan Informasi Geospasial bertanggung jawab dalam pembangunan jaring CORS yang diberi nama Ina-CORS. Perangkat yang digunakan dalam Ina-CORS dapat dilihat pada gambar. Untuk jenis pilar, terdapat tiga tipe pilar yang dapat dilihat dalam Gambar antara lain monumen drilled braced, pilar beton bertulang (concrete pillar), dan besi polar. Pilar beton bertulang memiliki tiga spesifikasi, yaitu di atas tanah dengan ketinggian 3 m (tipe A), di atas tanah dengan ketinggian 1.5 m (tipe B), dan di atas bangunan dengan ketinggian 1.2 m (tipe C). Spesifikasi detil dan ketentuan dalam pembangunan CORS diatur dalam SNI Pembangunan CORS tahun 2022.
Perangkat Ina-CORS
Tipe pilar Ina-CORS, dari kiri ke kanan: monumen drilled braced, pilar beton bertulang (concrete pillar), dan besi polar
Sampai tahun 2023, BIG mengelola 397 Ina-CORS yang tersebar seperti pada gambar. Ina-CORS dapat dimanfaatkan oleh pemerintah, akademisi, dan swasta melalui beberapa jenis layanan, antara lain layanan data RINEX (Receiver Independent Exchange Format), layanan koreksi RTK–NTRIP (Real Time Kinematic – Networked Transport of RTCM via Internet Protocol), dan pengolahan data GNSS secara daring (online). Untuk mengetahui cara penentuan jenis layanan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna, dapat dilihat pada halaman penjelasan Penentuan Layanan Ina-CORS (linked).
Sebaran Ina-CORS di Indonesia
Saat ini, CORS merupakan salah satu realisasi dari sistem referensi tunggal Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI2013). SRGI2013 merupakan datum yang bersifat semi dinamis untuk mengakomodir perubahan posisi terhadap waktu akibat dinamika tektonik lempeng di Indonesia. Nilai koordinat ditarik ke satu waktu tertentu, yang disebut epoch. Epoch adalah tanggal yang dinyatakan dalam format tahun desimal, yang merepresentasikan waktu berlakunya nilai koordinat. Epoch awal untuk SRGI2013 adalah 1 Januari 2012. Nilai koordinat Ina-CORS diperoleh dengan pengolahan menggunakan scientific software GAMIT/GLOBK yang melibatkan data GNSS lebih dari seratus stasiun IGS (International GNSS Service). Prosedur pengolahan data GNSS Ina-CORS (disebut sebagai data CGPS) dapat dilihat dalam gambar. Data CGPS diolah bersama dengan data pengukuran GNSS periodik di pilar JKG (data SGPS) dan data GNSS IGS (data GLOBAL) menggunakan data final orbit (*.sp3).
Diagram alir pengolahan data GNSS
Dalam implementasi datum SRGI2013, nilai koordinat Ina-CORS ditetapkan dalam koordinat epoch awal (1 Januari 2012). Namun demikian, pengolahan terus dilakukan setiap hari untuk semua stasiun sehingga dihasilkan time series coordinate. Nilai koordinat pada epoch tertentu dapat dilihat dengan klik menu Time Series. Untuk melakukan perubahan dari nilai koordinat antar waktu (antar epoch) misal dari epoch awal SRGI ke epoch terkini, perlu dilakukan transformasi koordinat (linked ke Transformasi & Konversi Koordinat). Nilai parameter transformasi koordinat diperoleh dari model deformasi (linked ke Model Deformasi).
Informasi sebuah Ina-CORS dapat dilihat dengan klik pada simbol stasiun pada peta, atau terlebih dahulu melakukan pencarian berdasarkan nama stasiun, lalu klik menu Preview. Halaman tersebut juga dapat diunduh. Informasi yang dapat dilihat meliputi:
Pemanfaatan CORS yang awalnya untuk pemetaan nasional kemudian berkembang untuk berbagai aplikasi penentuan posisi pada kegiatan survei dan pemetaan menuju penerapan Kebijakan Satu Peta, seperti pemetaan topografi, survei batas wilayah, survei penyusunan rencana tata ruang wilayah, survei kelautan, fotogrametri, dan survei kadaster. Selain itu, CORS juga mendukung percepatan survei dan pemetaan yang akurat dan real time, antara lain mendukung mitigasi kebencanaan, pemantauan deformasi kerak bumi, mendukung survei konstruksi, dan eksplorasi minyak.