Pasang surut laut merupakan fenomena naik-turunnya permukaan air laut yang timbul akibat tarik-menarik gravitasi bumi terhadap bulan dan matahari, adapun kontribusi gaya tarik menarik planet-planet lainnya relatif kecil. Besar naik turunnya permukaan laut tergantung pada kedudukan bumi terhadap bulan dan matahari. Pada bulan purnama, bumi segaris dengan bulan dan matahari. Fenomena tersebut mengakibatkan besar gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi berada pada posisi maksimum sehingga mengakibatkan permukaan laut akan mencapai pasang tertinggi. Sebaliknya pada bulan sabit, kedudukan bumi, matahari dan bulan persis membentuk sudut siku-siku sehingga besar gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi akan saling melemahkan dan permukaan laut akan mencapai titik terendah.
Fenomena pasang surut menggambarkan dinamika interaksi bumi, bulan dan matahari. Selain itu karena 72% bumi adalah lautan maka permukaan laut rata-rata dapat memberikan pendekatan yang paling baik untuk bentuk bumi. Permukaan laut rata-rata global dapat diturunkan dari fenomena pasang surut selama 18.61 tahun, mengikuti satu periode nutasi. Analisis dan prediksi terhadap pasang surut dapat memberikan nilai pendekatan muka laut rata-rata, dalam rangka mewujudkan unifikasi datum vertikal/tinggi.
Pemodelan pasut dilakukan dengan langkah kerja yang dijelaskan pada diagram alir pada Gambar 2. Pemodelan pasut diawali dengan mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai. Setelah mengetahui tujuan, langkah selanjutnya adalah menginventarisasi data yang akan dipakai. Data yang digunakan meliputi data dari stasiun pasut BIG dan satelit altimetri. Setelah data terkumpul, data direformat dan ditapis terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar data yang dipakai terbebas dari data outlier, jumping, dan data linear. Data yang sudah di reformat kemudian dianalisis pasut untuk memperoleh nilai amplitudo dan fasenya. Setelah itu, amplitudo dan fase dimodelkan dengan menggunakan crossover adjustment dan minimum curvature spline tension, serta akan dilakukan verifikasi model.
Gambar 2 Diagram Alir Pemodelan Pasut
Data yang digunakan pada pembuatan model pasut Indonesia adalah:
Data palem pasut BIG yang digunakan ada 160 stasiun pasut. Namun, data yang dipakai hanya sejumlah 132 stasiun. Hal ini karena 28 stasiun pasut yang ada dianggap memiliki kualitas yang kurang memadai (RMS prediksi < 15 cm).
Data altimetri yang digunakan berasal dari satelit Topex, Jason-1, Jason-2, Jason-3, Sentinel-6A, ERS-2, ENVISAT, GFO, SENTINEL-3A, dan SENTINEL-3B. Periode pengamatan dari satelit altimetri tersebut dapat dilihat pada tabel 4. Data yang digunakan adalah semua footprint yang berada pada wilayah -15 LS – 15 LU dan 90 – 150 BT. Pemakaian data SSH multimussion ditujukan agar cakupan wilayah penelitian menjadi lebih rapat dan dapat meningkatkan resolusi spasial sehingga hasil pemodelan bisa menjadi lebih optimal.
Tabel 4 Spesifikasi satelit altimetri
Satelit Altimetri | Periode pengamatan | Resolusi Temporal (Hari) |
Topex | September 1992 - Agustus 2002 | 9.9156 |
Jason-1 | Januari 2002 - januari 2009 | |
Jason-2 | Juli 2008 - Oktober 2016 | |
Jason-3 | Februari 2016 - Desember 2021 | |
SENTINEL-6A | November 2020 – Oktober 2022 | |
Gosat Follow-On (GFO) | Januari 2000 - September 2008 | 17 |
ERS-2 | April 1995 - Juli 2011 | 35 |
Envisat | Mei 2002 - Oktober 2010 | |
SENTINEL-3A | Maret 2016 - Desember 2021 | 27 |
SENTINEL-3B | April 2018 – Oktober 2022 |
Data levelling di stasiun pasut Indonesia digunakan untuk mengkonversi referensi ketinggian pengamatan muka air laut. Konversi tersebut dimaksudkan untuk mengubah acuan nol palm menjadi ellipsoid, sehingga data pengamatan dan hasil analisis stasiun pasut mengacu kepada satu referensi yang sama (lihat ilustrasi pada gambar 4). Dalam hal ini, proses levelling dilakukan terhadap BM pasut terdekat dengan lokasi stasiun pasut. Dari total 160 stasiun pasut di Indonesia, stasiun pasut yang memiliki data levelling berjumlah 114.
Gambar 3 Sebaran stasiun pasang surut BIG (merah) dan jalur satelit altimetri (biru)
Gambar 4 Ilustrasi penentuan MSS pada stasiun pasut BIG
Pemodelan pasut empirik di Indonesia dilakukan dengan menggunakan multi-misi satelit altimetri dan kombinasinya dengan data pengamatan stasiun pasut. Pemodelan dilakan untuk 9 komponen harmonik pasut, yaitu M2, S2, K2, N2, P1, O1, K1, M4, dan MS4. Untuk komponen pasut diurnal dan semi diurnal (M2, S2, K2, N2, P1, O1, dan K1), analisis pasut dilakukan dengan menggunakan metode respon.
Berdasarkan elaborasi diatas, diagram alur pemodelan untuk sem-diurnal dan diurnal dapat dilihat pada Gambar 20, sedangkan untuk komponen perairan dangkal dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 20 Alur pemodelan pasut diurnal dan semi-diurnal
Gambar 21 Alur pemodelan pasut perairan dangkal
Validasi model datum pasut dilakukan dengan membandingkan nilai datum pasut (HAT, MHWS, MLWS, dan LAT) dari model datum pasut dengan nilai datum pasut di 132 stasiun pasut BIG yang diperoleh dari penghitungan dari komponen pasut hasil pengamatan stasiun pasut. Lokasi titik validasi dapat dilihat pada Gambar 29.
Gambar 29 Titik validasi Model Datum Pasut Indonesia
Tabel 14. Perbandingan nilai RMSE validasi datum pasut